x

Rebana dan Perempuan Beltim, Suara Iman dari Timur Belitung

3 minutes reading
Thursday, 16 Oct 2025 15:41 1 128 BeltimNyamanBekawan

BeltimNyamanBekawan.Com | ArtaSariMediaGroup ~ Suara rebana menggema di Auditorium Zahari MZ, Selasa (14/10/2025) sore lalu. Suara yang bukan sekadar irama, tapi gema harapan atas pemberdayaan perempuan dalam bingkai seni, budaya, dan keimanan.

Kegiatan penutupan Pelatihan Rebana Kabupaten Belitung Timur 2025 menjadi momentum penting yang tak hanya dihadiri oleh tokoh-tokoh lokal seperti Ketua PW BKMT Kepulauan Bangka Belitung (Babel) Melati Erzaldi dan Ketua PD BKMT Beltim, Apiah, namun juga mendapat perhatian langsung dari Pemkab Beltim yang diwakili oleh Plt Asisten III Bidang Administrasi Umum, Ida Lismawati, mewakili Bupati Beltim Kamarudin Muten.

Namun pertanyaannya, apakah kegiatan ini hanya akan menjadi simbol seremonial tahunan, atau justru menjadi awal dari gerakan kebudayaan yang inklusif?

Lebih dari Sekadar Rebana

Rebana mungkin selama ini dikenal hanya sebagai alat musik pengiring kasidah atau shalawat. Namun di tangan para perempuan BKMT se-Kabupaten Beltim, alat musik sederhana ini menjadi medium ekspresi keagamaan, seni, dan pemberdayaan sosial.

Ida Lismawati menegaskan bahwa Pemkab Beltim mendorong keterlibatan aktif kaum perempuan melalui kegiatan seni religius seperti rebana, karena nilai yang dibawa tidak hanya spiritual, tapi juga kultural.

See also  Sekolah Rakyat di Belitung Timur Akan Didukung Oleh Guru Lulusan PPG

“Ini bukan hanya tentang seni budaya, tapi juga tentang aktivitas kebersamaan dan peningkatan kapasitas keimanan masyarakat, terutama bagi perempuan di Beltim,” ujar Ida kepada wartawan usai acara.

Pernyataan ini mencerminkan semangat pemerintah daerah untuk menjadikan ruang-ruang keagamaan sebagai sarana peningkatan kapasitas sosial masyarakat—sesuatu yang, jika dikelola dengan baik, bisa menjadi instrumen pembangunan berbasis komunitas.

Melati Erzaldi dan Tantangan Keberlanjutan

Ketua PW BKMT Kepulauan Babel, Melati Erzaldi, dalam sambutannya mengajak para peserta untuk tidak berhenti hanya pada pelatihan. Ia ingin para ibu-ibu peserta tampil lebih percaya diri dan menjadikan pelatihan ini sebagai gerbang awal.

“Ini bukan akhir. Ibu-ibu harus terus asah ilmunya dan terus tampil. Saya yakin, jika nanti diadakan lomba rebana, Beltim bisa bersaing di posisi atas,” ujar Melati optimistis.

See also  Rencana Pembangunan SPBG, Rajo Ameh ; Perlu Kolaborasi untuk Solusinya

Rencananya, lomba rebana tingkat provinsi akan digelar tahun depan bersamaan dengan Jambore BKMT Babel, yang rencananya akan digelar di Pulau Belitung. Ini bisa menjadi panggung besar yang akan menguji sejauh mana keberlanjutan program ini.

Namun, persoalan utama dalam kegiatan seperti ini adalah kesinambungan. Banyak program pelatihan di daerah yang berhenti di ujung acara penutupan tanpa ekosistem pendukung yang memadai—tanpa pelatihan lanjutan, tanpa akses alat musik, tanpa ruang tampil.

Fakta Sosial: Perempuan, Komunitas, dan Seni Lokal

Di Belitung Timur, majelis taklim adalah denyut nadi komunitas perempuan. Mereka tidak hanya sebagai wadah pengajian, tapi juga sebagai simpul sosial yang menghubungkan isu keagamaan, ekonomi keluarga, hingga pendidikan anak.

Rebana yang dilatih di sini bukan hanya musik—ia adalah manifestasi dari semangat gotong royong, dari keinginan perempuan untuk tampil dan bersuara. Namun, sejauh mana hal ini mampu didukung oleh anggaran daerah atau program strategis lainnya?

Berdasarkan pantauan tim redaksi kami, belum ada roadmap atau program pengembangan seni budaya berbasis komunitas perempuan secara terpadu di Kabupaten Beltim. Kegiatan ini berpotensi menjadi embrio jika dirangkai dengan program lanjutan seperti:

See also  Rajo Ameh ; Tiga Bulan Sekali Minta Masukan, Tapi Wartawan Dikesampingkan

* Pemberian alat musik rebana ke kelompok majelis taklim.
* Pelatihan lanjutan oleh pelatih profesional.
* Festival seni religius tahunan yang melibatkan lintas usia dan desa.
* Integrasi program rebana dalam kegiatan literasi keagamaan.

Tanpa pendekatan seperti itu, potensi seni religius berbasis komunitas hanya akan menjadi selebrasi tahunan yang minim dampak jangka panjang.

Kesimpulan: Simfoni Harapan di Belitung Timur

Pelatihan rebana ini adalah angin segar, tapi angin saja tak cukup untuk menggerakkan kapal besar bernama pemberdayaan perempuan. Diperlukan arah, tujuan, dan kemudi yang jelas.

Pemkab Beltim memiliki peluang emas untuk membuktikan bahwa seni religius bukan hanya soal panggung dan seragam, tapi tentang membangun jati diri budaya daerah melalui tangan-tangan perempuan yang selama ini lebih banyak diam, namun menyimpan potensi besar.

Karena suara rebana tidak hanya menggetarkan langit-langit masjid—tapi juga bisa menggetarkan ruang-ruang pengambilan kebijakan. | BeltimNyamanBekawan.Com | */Redaksi | *** |

1 Comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

x