BeltimNyamanBekawan.Com | ArtaSariMediaGroup ~ Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Sumatera Utara (USU) berdialog dengan rektor USU saat unjuk rasa kenaikan uang kuliah tunggal (UKT) di Biro Rektor USU, beberapa waktu lalu.
SEBAGAI seorang warga Indonesia, berhak bangga terhadap bangsa dan negara sendiri dengan masyarakat adil dan makmur hidup bersama di negeri nan gemah ripah loh jinawi tata tenteram kerta rahaja.
Namun terus terang ada suatu paradoks mengganjal keabsahan hak, “untuk merasa bangga tersebut.
Di satu sisi rakyat Indonesia diwajibkan untuk menempuh pendidikan, tetapi di sisi lain kewajiban tersebut ternyata wajib dibayar oleh rakyat.
Padahal dalam UUD 1945 tersurat bahwa bukan rakyat, namun pemerintah yang wajib memenuhi hak rakyat memperoleh pendidikan.
Pendidikan gratis sebenarnya sama sekali bukan mustahil sebab terbukti mampu diselenggarakan oleh Brunei, Oman, Qatar, Uni Emirat Arab serta dahulu sempat dialami sendiri tatkala belajar dan mengajar di Jerman pada dasawarsa VII abad XX.
Namun senantiasa kandas dalam menampilkan fakta pendidikan gratis di Brunei, Oman, Qatar, UEA, Jerman ketika menghadapi bantahan bahwa negara-negara tersebut lebih kaya ketimbang Indonesia.
Maka sabar menunggu sekitar setengah abad sampai Indonesia naik pamor menjadi anggota G-20 yang berarti Indonesia sudah tergolong negara kaya.
Secara formal pendidikan di Indonesia memang dinyatakan gratis, namun de facto rakyat masih dibebani aneka ragam biaya yang kreatif disamarkan sebagai biaya siluman dengan kedok uang pangkal, uang gedung, uang buku, uang alat tulis, uang seragam, uang ransel, uang studi wisata, uang ujian, uang wisuda, uang foto wisuda, uang sewa busana jubah dan topi seperti badut, uang ijazah, uang semester, uang plester, uang kuliah, uang bolos kuliah serta uang entah apalagi.
Segenap kreatifitas mencipta biaya pendidikan itu berjaya dalam makin memiskinkan rakyat Indonesia dengan angkara murka belitan hutang oleh para pinjol dan lintah darah yang makin ganas merajalela.
Sampai ada suami tega mutilasi istri akibat terjerat hutang pinjol untuk bayar pendidikan anak mereka.
Demi menghibur diri akibat terlalu sedih meratapi tragedi biaya pendidikan Indonesia, maka sengaja coba melirik ke dua negara yang pasti lebih miskin atau minimal pasti tidak lebih kaya ketimbang Indonesia, yaitu Kuba dan Korea Utara dengan harapan tidak perlu malu bahwa rakyat Indonesia wajib bayar biaya pendidikan.
Ternyata salah lirik sebab de facto pemerintah Kuba dan Korut justru nyata terbukti mampu menggratiskan pendidikan kepada rakyat masing-masing mulai dari jenjang taman kanak-kanak sampai ke tingkat doktoral.
Maka berhenti mengharap apapun tentang pendidikan di Indonesia yang sekarang keren bersemboyan “Merdeka Belajar”, namun sayang belum merdeka dari belenggu biaya pendidikan.
Saya patah harapan berdasar kesimpulan bahwa pada hakikatnya pendidikan sebenarnya mampu digratiskan jika pemerintah mau menggratiskan pendidikan.
Jika mau, maka pendidikan pasti mampu digratiskan. Jika mau pasti mampu.
Jika tidak mau pasti tidak mampu atau jika tidak mampu berarti sekadar tidak mau belaka.
Jika Kuba dan Korut mampu menggratiskan pendidikan, maka saya yakin Indonesia pasti lebih mampu. Jika mau! MERDEKA! . | BeltimNyamanBekawan.Com | MediaBerantasKriminal | *** |
No Comments